Refleksi Kritis Atas Pandemi COVID-19 Menuju Kesadaran Ekologis di Tengah Badai Modernitas.




Muhamad Fatkhul Huda-

Pendahuluan.

Corona Virus Disease 19 atau yang biasa disebut COVID-19 merupakan sebuah wabah yang pertama kali terdeteksi muncul di Wuhan, China. COVID-19 begitu berbahaya bagi keberlangsungan hidup manusia. Virus yang menyerang saluran pernapasan manusia ini sudah memakan banyak korban jiwa selama kehadirannya.  Menurut penelitian kemungkinan kontak antara hewan dengan manusia menjadi awal mula penyebaran virus ini[1]. Kemudian penyebaran diperluas dari satu manusia ke manusia yang lainnya.

Penyebarannya yang begitu masif membuat aktivitas manusia cukup sempoyongan. Virus ini membuat pola kehidupan manuisa berubah secara cepat dan mengejutkan. Laju kehidupan manusia menjadi stagnan serta penuh dengan kejumudan. Manusia tidak dapat beraktivitas dengan leluasa akibat kehadiran COVID-19. Karena pola kehidupan berubah dan sempat stagnan maka kekacauan terjadi dalam lingkup kehidupan manusia. Berbagai macam sektor kehidupan cukup terganggu akan hadirnya pandemi ini[2]. Kesehatan terganggu, ekonomi goyah, kesenjangan sosial yang semakin menajam, pendidikan yang kurang efektif, hingga soal-soal keagamaan yang turut dibuat rumit oleh munculnya virus corona ini.

Namun, gejolak yang begitu dahsyat akibat COVID-19 memunculkan kritik terhadap kehidupan manusia di era modern ini. Ketika pemerintah memutuskan untuk menetapkan situasi ini berstatus pandemi. Maka, muncullah kebijakan lockdown yang bertujuan untuk membatasi aktivitas manusia sehingga peredaran virus corona tidak cepat meluas. Memang kebijakan ini sangat berpengaruh bagi keadaan kesehtan, ekonomi, sosial, pendidikan, bahkan keagamaan. Hal demikian memunculkan effect domino negatif bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, menariknya setelah pengurangan aktivitas manusia kondisi alam semakin membaik dan terlihat segar kembali. Banyak yang dahulu mengunggah foto kondisi lingkungan yang bersih dikarenakan tidak ada kegiatan manusia yang padat. Menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) emisi CO2 dunia menurun 17% akibat pandemi COVID-19.[3]

Melihat hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa aktivitas manusia modern sangat memperkeruh kondisi alam. Polusi baik itu pada air, angin, dan tanah disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab atas perilakunya. Pemikiran manusia modern yang semakin maju mampu mengubah struktur kehidupan. Mulanya manusia berposisi sebagai objek dari alam kini dengan segala bentuk pemikiran modernya manusia berubah menjadi subjek sekaligus objek dari alam[4]. Dengan posisi sebagai subjek dari alam maka manusia bisa leluasa mengekploitasi alam sesuka hatinya.

Perilaku ini yang kemudian membuat lingkungan hidup menjadi semakin carut marut. Lingkungan yang awalnya masih segar kemudian menjadi hancur karena ketamakan manusia. Oleh karena itu, kadangkala alam sangat marah pada manusia sehingga banyak bencana yang begitu merugikan manusia. Seperti halnya COVID-19 yang berdampak cukup besar bagi kehiduapan manusia. Namun, perlu disadari bahwa kehadiran wabah ini harus disikapi dengan kritis supaya menghasilkan suatu pola baru setelah pandemi ini berakhir. Kritik yang disampaikan COVID-19 pada manusia kemudian mampu memunculkan pertanyaan bagaimana manusia mampu mengambil pembelajaran dari virus ini? Selain itu, bagaimana sepak terjang manusia dalam mengemban amanahnya sebagai khalifah di muka bumi? Kedua pertanyaan ini perlu sekali di munculkan dalam rangka menatap nawasena lingkungan hidup.

Pandemi dan Pesan Moral Ekologis

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa dampak pandemi cukup berpengaruh dalam kehidupan manusia. Seluruh sektor kehidupan manusia melemah bahkan menurun drastis. Dibalik menurunnya beberapa sektor kehidupan seperti kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, bahkan agama tapi aspek lingkungan hidup malah membaik. Pembatasan aktivitas manusia mampu mengubah lingkungan hidup menjadi lebih baik dari sebelumnya. Penampakan udara bersih bisa terasakan dalam fase-fase pembatasan aktivitas manusia. Hal ini cukup kuat untuk memutuskan bahwa aktivitas manusialah yang memperkeruh lingkungan hidup[5].

Selain persoalan polusi yang hari ini cukup mengkhawatirkan, perusakan alam juga menjadi salah satu ambisi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Jika dipikir secara mendalam ada kaitanya antara kerusakan alam dengan mencuatnya virus corona. Menyebarnya virus ini dikarenakan kerusakan inangnya, sehingga virus ini mencari inang baru[6]. Karena inang baru yang ada adalah manusia, maka akhirnya manusia terpilih menjadi inang baru dari corona. Ketahanan manusia cukup goyah ketika virus corona masuk kedalam tubuhnya. Akhirnya karena ketidakcocokan manusia terhadap virus ini maka, menimbulkan dampak buruk bagi manusia. Akibat yang parah dari reaksi virus ini adalah kematian bagi manusia sebagai inang barunya.

Menyoal Peran Khalifah Fil Ard

Penciptaan manusia yang digagas Allah pada mulanya dipertanyakan malaikatnya. Prosesi penciptaan Adam pada awalnya diprotes oleh malaikat yang lebih dulu diciptakan oleh Allah. Kisah ini termuat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30 yang cukup fundamental bagi manusia sebagai bahan refleksi atas penciptaannya. Termuat bahwa Allah akan menciptakan seorang pemimpin di muka bumi. Pemimpin yang dimaksudkan adalah manusia yang diberikan kesempurnaan dalam dirinya. Manusia diberi akal dan hati sebagai alat untuk memimpin makhluk Allah di dunia. Kedua hal tersebut yang kemudian menjadi hal pembeda atas makhluk lainnya. Dimana keduanya bisa menuntun manusia pada hal yang positif dan mampu mengendalikan dirinya[7].

Terpilihnya manusia sebagai seorang wakil dari Allah di muka bumi tentu mendapat protes dari malaikat[8]. Pertanyaan malaikat yang seakan meragukan penciptaan manusia karena menengok kebrutalah kehidupan di dunia sebelum manusia diciptakan. Keberanian malaikat dalam melayangkan protes ini cukup menarik untuk dipikirkan kembali. Bagaimana mungkin makhluk yang paling taat menyoal kehendak Allah untuk menciptakan manusia. Bahkan malaikat sampai menanyakan perihal kerusakan yang akan dibuat manusia bila mereka sudah diciptakan. Namun, Allah menjawabnya dengan kekuasaannya bahwa seorang makhluk seperti malaikat tidak cukup atas kehendak yang akan diskenariokan Allah.

Keadaan hari ini cukup membuat pikiran bergejolak dimana pertanyaan malaikat justru terjadi dengan benar. Manusia yang sejatinya diciptakan sebagai sosok pemimpin di muka bumi malah hari ini menjadi perusak bumi. Keadaan ini tentu kontradiksi dengan tujuan awal diciptakan manusia. keadaan ini malah memunculkan pertanyaan mengapa malaikat dengan pertanyaan benar sedangkan Allah malah salah atas kehendaknya menciptakan manusia? hal ini sangatlah tajam dan runcing untuk di diskusikan. Maka, perlu sekali ayat ini direfleksikan untuk menjawabi kesalahan malaikat dalam menyoal penciptaan manusia.

Sebagai insan yang meyakini akan kebenaran Allah atas segala kehendaknya maka perlu manusia menyangkal pertanyaan malaikat ini. Tugas manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi tentu harus direalisasikan supaya terbantahkan anggapan malaikat atas kerusakan yang disebabkan manusia. Manusia modern haruslah menjaga kondisi alam sebagai upaya mengemban amanah dengan baik. Ketika manusia tidak bisa menjaga alam dengan baik maka manusia sedang memperkuat pernyataan malaikan dan melemahkan keagungan Allah. Maka, sebagai upaya untuk taat terhadap Allah manusia dengan sepenuh kekuatannya haruslah mampu menjadi sosok teladan di muka bumi. Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia maka ia sedang membenarkan malaikat. Hal ini haruslah ditinggalkan karena katanya manusia membenarkan Allah tapi dilain sisi secara implisit sedang menyalahkan keputusan yang telah diperbuat Allah.

KESIMPULAN

Kebrutalan pandemi COVID-19 ini sebenarnya terjadi karena ulah manusia yang brutal juga terhadap alam. Oleh karena itu, dalam upaya adaptasi menuju new normal manusia harus mampu menjadikan pandemi sebagai bahan refleksi kritis. Keceriaan alam yang disebabkan oleh minimnya aktivitas manusia menjadi pukulan tersendiri bagi manusia. Selama ini aktivitas yang diperbuat manusia cukup merusak alam. Adanya pandemi juga disebabkan oleh ulah manusia yang tidak menjaga keseimbangan alam. Perilaku yang demikian tentu membenarkan pernyataan malaikat dalam kisah awal mula akan diciptakannya manusia.

Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin di muka bumi manusia haruslah memegangi amanah tersebut dengan baik. Amanah ini tidak main-main karena hal tersebut berpengaruh terhadap keyakinan terhadap kebenaran kehendak Allah. Apabila manusia melakukan kerusakan alam maka, mereka telah mencederai kebenaran Allah. Maka, sebagai sebuah upaya untuk menatap kehidupan baru pasca pandemi manusia haruslah belajar dari peristiwa besar ini. Manusia haruslah menjaga alam agar tidak terulah kembali peristiwa memilukan ini juga sebagai upaya untuk memenuhi amanah sebagai penjaga alam ciptaan Allah.



[1] Satgas Covid-19, Kesiapsiagaan Menghadapi COVID-19 (Universitas Gadjah Mada).

[2] Nurul Aeni, ‘Pandemi COVID-19 : Dampak Kesehatan, Ekonomi, Dan Sosial’, Litbang, 17 (2021).

[3] Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, ‘Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Lingkungan Global’, Bidang Kesejahteraan Sosial, Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, 12 (2020).

[4] Muhamad Abdul Halim Sani, Manifesto Gerakan Intelektual Profetik (Muhammadiyah University Press, 2017).

[5] Umara Firman Rizi D, ‘Analisis Dampak Diterapkannya Kebijakan Working From Home Saat Pandemi COVID-19 Terhadap Kondisi Kualitas Udara Di Jakarta’, Metodologi Klimatologi Dan Geofisika, 6 (2019).

[6] Wilfridus Setu EMbu, ‘Sosiolog : Ada Kaitan Kuat Antara Ekologi Dengan Kesehatan Saat Pandemi’, Merdeka.Com, 2021 <https://www.merdeka.com/persitiwa/sosiolog-ada-kaitan-kuat-antara-ekologi-dengan-kesehatan-saat-pandemi.html>.

[7] Siti Khasinah, ‘Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam Dan Barat’, Ilmiah DIDAKTIKA, XIII (2013).

[8] Rahmat Ilyas, ‘Manusia Sebagai Khalifah Dalam Perspetif Islam’, Mawa’izh, 1 (2017).

Refleksi Kritis Atas Pandemi COVID-19 Menuju Kesadaran Ekologis di Tengah Badai Modernitas. Refleksi Kritis Atas Pandemi COVID-19 Menuju Kesadaran Ekologis di Tengah Badai Modernitas. Reviewed by Admin Nomizo.co on Friday, March 31, 2023 Rating: 5

No comments

Related Posts No. (ex: 9)