Kudus Semakin Menjadi Lirikan Pebisnis
Yulian Dwi Enno K-
Tidak
Luas, Tapi Punya Daya Tarik
Ketika
kita tinjau dari luas wilayah, Kabupaten Kudus memang tidak seluas Jepara, Pati,
Rembang, ataupun Blora. Akan tetapi, Kudus seolah mempunyai daya tarik
tersendiri, meskipun luas wilayahnya tak sebesar daerah di sekitarnya. Selain
karena memiliki Dua Wali, yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria, sehingga membuat
Dunia Pariwisata di Kudus hidup, khususnya dalam Wisata Religi. Daya tarik
Kudus juga disebabkan karena moncernya beberapa universitas yang ada di Kudus,
di samping itu Kabupaten Kudus juga terkenal dengan industri rokoknya di kancah
regional dan nasional, bahkan juga di kancah internasional, hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya Museum Kretek di Kudus dan Rumah Kembar Nitisemito
(kini menjadi cagar budaya) yang menjadi saksi bisu awal mula industri rokok di
Kudus.
Semakin
Menjadi Lirikan Pebisnis
Belakangan ini, Kabupaten Kudus
nampaknya semakin dilirik para pebisnis dan menjadi target pasar. Kita sebut
saja Mixue, salah satu brand yang
telah melebarkan sayapnya di Kudus, dan hingga sekarang masih tetap eksis
karena selalu ramai dan diminati masyarakat. Kemudian baru-baru ini muncul juga
McDonald’s, yang juga melebarkan
sayapnya di Kudus, dan terpantau sangat ramai karena memang merupakan brand fast food yang sudah besar. Tidak
selesai di situ, kini brand lain seperti Starbucks
juga turut hadir dan baru saja melebarkan sayapnya di Kudus, pada momen
lebaran Idul Fitri tahun ini terpantau cukup ramai pembeli.
Selain
ketiga brand tersebut (Mixue,
McDonald’s, dan Starbucks), ada satu brand lagi yang sudah digadang-gadang
akan hadir di Kudus. Brand tersebut adalah Mie
Gacoan, yang desas-desusnya juga akan membuka cabang di Kudus untuk melebarkan
sayapnya. Banyaknya brand yang mulai berbondong-bondong ke Kudus tentunya ini
bukanlah suatu kebetulan, dipilihnya Kudus sebagai lokasi untuk mengembangkan
bisnis oleh para pebisnis pasti sudah melewati proses perhitungan dan
pertimbangan yang matang, baik itu dalam melihat peluang yang ada, maupun
memahami resiko yang mungkin akan terjadi.
Terdapat dampak positif dengan
hadirnya brand-brand tersebut di Kudus, salah satunya adalah dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Sedangkan di sisi
lain terdapat juga dampak negatif, salah satunya adalah dapat menjadikan
masyarakat menjadi lebih konsumtif.
Dua Sisi : Perbedaan Pendapat Para
Ahli Tentang Perilaku Konsumtif
Erich
Fromm (seorang ahli psikologi, filsafat, dan sosiologi), mendefinisikan
perilaku konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang
lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala
prioritas dan dapat diartikan dengan gaya hidup bermewah-mewahan.
Thorstein
Veblen (seorang ahli ekonomi dan sosiologi abad ke-19), menciptakan istilah
“konsumsi yang mencolok (conspicuous
consumption),” dalam bukunya The
Theory of the Leisure Class (1899). Konsumsi mencolok merupakan sarana
untuk menunjukkan status sosial seseorang, terutama ketika barang dan jasa yang
ditampilkan di depan umum itu terlalu mahal untuk orang lain dari kelas yang
sama. Veblen melihat perilaku konsumtif sebagai persoalan kelas.
Berdasarkan
teori dari kedua ahli tersebut sudah jelas bahwa perilaku konsumtif membawa
dampak negatif, sehingga dalam konteks perilaku konsumtif Erich Fromm dan
Veblen dapat kita katakan berada di sisi (baca: posisi) kontra.
Sedangkan
Keynes (seorang ahli ekonomi dari Inggris), memiliki gagasan yang sangat
berbeda dan bertentangan dengan Erich Fromm dan Veblen. Keynes memiliki gagasan
bahwa pengeluaran konsumen adalah pendorong utama ekonomi, dan memandang
perilaku konsumtif sebagai sebuah keuntungan. Dalam teorinya, Keynes juga beranggapan
bahwa konsumsi yang dilakukan oleh seseorang akan menjadi pendapatan untuk
orang lain pada suatu perekonomian yang sama. Dalam kata lain, apabila
seseorang membelanjakan uangnya, ia membantu meningkatkan pendapatan orang lain.
Berdasarkan
teori dari Keynes sudah jelas bahwa perilaku konsumtif membawa dampak positif,
sehingga dalam konteks perilaku konsumtif dapat kita katakan Keynes berada di
sisi (baca: posisi) pro.
No comments