Amor Fati
Asal Muasal Amor Fati
Terdapat
kutipan menarik dari salah seorang filsuf asal Yunani bernama Epictetus, dalam
bukunya yang berjudul Discourses. Epictetus mengatakan, “jangan menuntut
peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi inginkan hidup terjadi apa adanya,
dan jalanmu akan baik adanya.” Kutipan ini mengajarkan untuk tulus mencintai
dan menerima hidup. Ajaran ini kemudian berkembang dan sering disebut dengan
Amor Fati. Kutipan dari Epictetus tersebut dapat kita temui di buku yang
berjudul Filosofi Teras, karya Henry Manampiring.
Amor
Fati adalah sebuah frasa dari bahasa latin yang berarti mencintai takdir, dan
sebagai suatu bagian dari ajaran stoisisme (madzhab filsafat Yunani Kuno). Kaum
penganut stoisisme atau biasa disebut kaum stoa tidak hanya akrab dengan Amor
Fati ini, tetapi juga melaksanakannya. Pada intinya, Amor Fati tidak sekadar
menerima sebuah takdir, tetapi juga mencintai segala takdir yang didapatkan. Pada
era modern, seorang filsuf kebangsaan Jerman bernama Friedrich Nietzsche
juga turut serta mempopulerkan Amor Fati ini. Ada ungkapan dari Nietzsche yang
begitu populer, dia mengatakan “Amor Fati Fatum Brutum”, ungkapan itu memiliki
arti “Cintai Takdirmu Walaupun Itu Kejam”.
Sebuah Kisah Dalam Buku Berjudul
“Amor Fati”
Rando
Kim, seorang profesor dan mentor terbaik di Seoul National University menulis
buku yang berjudul “Amor Fati”. Suatu hari, pada Februari 2012, Rando Kim
diundang oleh stasiun radio untuk menjadi “mentor tamu”. Awalnya, dia menolak
undangan tersebut, dan tidak ingin siaran. Setelah mengetahui bahwa yang
mengundangnya dari program bertajuk Volume
Up, dia pun akhirnya bersedia untuk diundang. Alasan dia bersedia untuk
diundang karena program tersebut sudah ada sejak lama. Bahkan ketika dia putus
asa karena belum bekerja (sekitar tahun 1996), program tersebut menemaninya
melewati masa-masa sulit itu. Hingga saat dia diundang menjadi mentor tamu di
stasiun radio tersebut pun dia masih mendengarkan program tersebut di mobil
saat pulang kerja. Merasa sebagai pendengar setia program tersebut, akhirnya
dia bersedia menjadi mentor tamu.
Ketika
dia menjadi mentor tamu di program bertajuk Volume
Up tersebut, ada salah seorang pendengar radio yang bercerita kepada Rando
Kim tentang permasalahan yang dialaminya. Permasalahan tersebut seputar tentang
ekonomi keluarganya, Ibunya yang sakit Kanker Payudara, kemudian Kakaknya yang
minum-minuman alkohol, selain itu Ayahnya juga sering bertengkar dengan Ibunya.
Singkat cerita, Rando Kim menyampaikan keprihatinannya, dan mengatakan “Amor Fati”
kepada pendengar radio tersebut. Rando Kim juga mengutip kata-kata Prof. Joguk,
dan kata-kata yang pernah di baca di buku Nietzsche dalam menanggapi cerita
pendengar radio tersebut. Pada intinya, pendengar radio yang bercerita tersebut
tidak puas dengan jawaban/tanggapan dari Rando Kim. Pendengar radio tersebut
awalnya kecewa dengan jawaban Rando Kim, bahkan sempat ingin bunuh diri karena
merasa sudah tidak dapat menanggung masalah yang diderita. Hingga pada
akhirnya, pendengar radio tersebut sadar bahwa jika dia bunuh diri pun tidak
akan mengubah kondisi dari permasalahan keluarganya.
Setelah
menyadari hal tersebut, pendengar radio tersebut mulai giat bekerja, mensyukuri
hidupnya karena masih dapat menemani Ibunya dan membantu biaya pengobatan. Kemudian
perlahan-lahan kehidupan pendengar radio tersebut mulai membaik. Kini, dia
telah memahami “Amor Fati” yang saat itu diungkapkan oleh Rando Kim. Pendengar
radio tersebut pun mengirimkan pesan terima kasih kepada Program Volume Up tersebut, dan kepada Rando
Kim.
No comments